Tuesday 20 December 2016

[REVIEW] You Are My Moon


Penulis             : Rompaeng
Penerjemah      : Suchada Ung-Amporn, Wisnu Wardhana
Penyunting      : K.P. Januwarsi
Penerbit           : Penerbit Haru
Proofreader     : Titish A.K
Jumlah Hlm     : 296 hlm, 19 cm
ISBN               : 978-602-7742-81-9

SINOPSIS

Darika merupakan cucu dari seorang penjaga makam yang tidak memercayai adanya cinta sejati dikarenakan masa lalu orang tuanya. Darika hidup dengan realistis untuk bekerja demi menghasilkan uang yang banyak. Dia juga memiliki pribadi yang kuat untuk berhemat karena kondisi keluarganya. Meski segala hidupnya dilaluinya dengan sangat sederhana, Darika memiliki sikap yang begitu blakblakan terhadap segala sesuatu. Karena sikapnya yang unik dan berani inilah dia akhirnya berhasil mendapatkan perhatian bangsawan tampan, Juntharakan.
Juntharakan Navarat memiliki segala hal yang dibutuhkan oleh kaum adam di dunia. Dia adalah seorang bangsawan keturunan raja dengan ketampanan di atas rata-rata. Dengan sikapnya yang tenang, dia berhasil menjadi primadona dikalangan bangsawan mau pun rakyat biasa. Namun sayangnya, ambisinya untuk meraih kesuksesan dalam bekerja menjadikannya sosok yang tidak terlalu memikirkan urusan percintaan.
Pertemuan Juntatharakan dan Darika merupakan hal tak terduga, dan ketika Juntharakan meminta gadis itu untuk menjadi bodyguardnya, demi melindunginya dari isteri sepupunya yang centil, kehidupan mereka berdua pun berubah di luar rencana.
*********************

REVIEW

You Are My Moon adalah novel Thailand pertama yang saya baca, dan eksekusinya sungguh di luar ekpetasi saya. Ceritanya begitu runtun namun tidak berbelit, menarik, dan mengalir teratur sehingga sulit berhenti untuk membaca ketika sudah masuk ke bab dimana kedua tokoh utama bertemu. Novel ini saya habiskan dengan dua kali duduk. Di bab awal, karena belum terbiasa dengan novel Thailand dan nama-nama tokohnya yang asing di telinga, saya sempat jenuh membaca terutama karena otak saya harus mencerna dan mengingat berkali-kali tentang sebutan atau gelar yang disandang para tokoh yang kebanyakan merupakan para bangsawan. Namun ketika memasuki bab ketiga, saya tidak berhenti membaca sampai habis hingga semalam suntuk.
“Aku pasti sudah gila! Pikirkan tentang tubuh mayat saja, Darika. Jenazah! Meskipun dia sangat tampan, dia pasti akan menjadi mayat juga suatu hari nanti.” (Hal. 67)
Daripada sosok Juntharakan yang digambarkan begitu sempurna bak dewa, saya justeru terpesona dan jatuh cinta pada sikap Darika yang hidup sederhana, pekerja keras, dan begitu blakblakan terhadap situasi apa pun. Bukan karena asal bicara, namun dia selalu bersikap menuruti perasaannya. Darika digambarkan sebagai sosok yang ‘apa adanya’, meski pun pada kenyataannya Darika hanya tidak memedulikan penampilannya. Belum lagi sikapnya yang memberi jarak pada lelaki dikarenakan masa lalu orang tuanya yang begitu membekas dan terpatri kuat hingga memengaruhi sudut pandang Darika pada kehidupan percintaan. Bisa dibilang dia adalah anak broken home dimana ayahnya lebih memilih wanita lain dan meninggalkan dia dan ibunya di kuil bersama sang kakek. Darika juga tidak pernah malu untuk menceritakan kondisi keluarganya pada siapa pun, namun dia akan sangat marah bila ada yang merendahkannya.
“Sungguh. Rumahku terletak di pemakaman di dalam kuil. Aku harus berada di sana saat sang Biksu melakukan ritual pemakaman. Rumahku dibangun dari peti-peti mati. Ketika mereka mengkremasi mayat, mereka tidak membakar petinya. Kami bisa menghemat banyak uang. Kakekku membangun rumah itu sendiri. dia juga sering menulis dharma dan semua nama neraka di sana.” (Hal. 104)
Berkebalikan dengan Darika, Juntharakan memiliki kesempurnaan dari berbagai sisi. Bukan karena kehidupannya yang kaya raya dan bergelar bangsawan, atau wajahnya yang begitu rupawan dan sanggup membuat Darika meleleh berkali-kali, namun karena keharmonisan keluarganyalah yang membuat Darika iri setengah mati pada kehidupan Juntharakan. Membicarakan Juntharakan memang tak bisa saya tampik telah mampu membuat saya mesem-mesem sendiri. Namun cara berhemat Darika dan sudut pandang wanita itu yang begitu unik terhadap segala situasi, berhasil memikat saya untuk menyelesaikan membaca buku ini secepat mungkin.
“Yep. Aku memikirkannya karena aku tidak punya uang, sehingga aku tidak sanggup membeli benda-benda ini. Sudah biasa bagi orang berpakaian seperti kita untuk mencari sampel. Tidak ada yang peduli. Kalau ada wanita cantik yang berpakaian sangat bagus mengambil sampel ini, orang-orang akan memperhatikannya. Lihat kan jadi orang biasa-biasa saja bisa berguna juga.” (Hal. 31)



Selain kedua tokoh utama tersebut, ada tiga tokoh pendukung yang berhasil menarik perhatian saya, sehingga betah sekali untuk melanjutkan membaca. Yang pertama adalah Praguydao Navarat, ibu Juntharakan. meski pun usianya 57 tahun, dia selalu tampak muda karena selalu merawat penampilannya, terutama pada rambutnya yang dipotong pendek dan sering diwarnai karena Praguydao berpikir itu membuatnya terlihat segar dan sesuai dengan kepribadiannya. Dia adalah sosok ibu modern yang begitu posesif terhadap anak semata wayangnya. Meski pun begitu, dia selalu memosisikan diri sebagai ibu dan juga sahabat bagi Juntharakan sehingga kedekatannya dengan sang anak tidak perlu diragukan lagi. Dan yang lebih penting, Praguydao bukan hanya memiliki nama panggilan yang sama dengan Darika, yaitu ‘Dao’, namun juga karakter dan sifat mereka begitu mirip hingga saya menyimpulkan ketertarikan Juntharakan kepada Darika didasari karena kemiripan karakter Darika dengan ibunya.
Sosok kedua adalah Juntharapanu Navarat, ayah Juntharakan yang begitu berwibawa dan memiliki posesif berlebih kepada isterinya, Praguydao. Dia sangat mencintai sang isteri sehingga selalu turut serta kemana pun sang isteri pergi, meski pun isterinya selalu melakukan perbuatan anehnya untuk menguntit puteranya sendiri. Juntharapanu mewariskan sifat yang bijaksana dan berwibawanya kepada Juntharakan, sehingga dua orang ini tampak begitu sempurna seolah tanpa cacat.
Seandainya orang lain mendengar obrolan ini, mereka akan berpikir bahwa mereka pasti salah dengar. Karena Juntharakan tenang dan bijaksana seperti Juntharapanu. Mereka yang tidak begitu dekat dengan Juntharakan akan menganggap ia serius seperti ayahnya. Akan tetapi, mereka yang dekat dengan pemuda itu tahu bahwa ia punya selera humor seperti ibunya. (Hal. 43)
 Kebebasan kedua orang tua Juntharakan untuk membiarkan Juntharakan membuat keputusan sendiri dalam hidupnya inilah yang membuat saya takjub. Belum lagi sikap penerimaan mereka kepada Darika, yang notabenenya hanyalah gadis miskin, jauh sekali dengan kalangan mereka. Seolah harta bukanlah apa-apa. Bukan hal yang besar untuk menjadi penghalang cinta anaknya.
Sosok ketiga adalah Pitchaya, isteri sepupu Juntharakan. Dia memiliki karakter yang haus akan gelar dan kekuasaan, dengan penampilan yang sengaja dibuat mencolok demi memikat hati Juntharakan. Di depan suaminya, Pitchaya tampak sebagai sosok yang lembut dan penyayang serta sangat mencintai suaminya. Namun sebenarnya dia memiliki ambisi besar untuk mendapatkan lelaki yang lebih tinggi derajatnya, dan juga lebih kaya tentunya, seperti Juntharakan. Membaca bagian Pitchaya, bikin saya gemes-gemes kasihan. Tingkahnya yang konyol dalam menarik perhatian Juntharakan, secara halus maupun kasar, selalu berhasil dibuat skakmat oleh ucapan maupun perbuatan Darika yang memang bertugas menjaga Juntharakan dari wanita itu.
Pokoknya buku ini berhasil mengalihkan dunia saya. Lupa banget waktu. Hanya sedikit sekali typo yang saya temukan. Bisa dihitung dengan jari. Kekurangan pada buku ini hanya pada sudut pandang saya pribadi sebagai pembaca yang belum terbiasa dengan segala hal menyangkut Thailand dan nama-nama serta gelar yang melekat pada masing-masing karakter.
Namun membaca ini juga memberikan sudut pandang baru bagi saya yang baru pertama kali membaca buku terjemahan Thailand yang ternyata disusun dengan ciamik sekali. Jalan ceritanya sangat mengalir dan setting waktu mau pun tempat dijelaskan dengan gamblang. Belum lagi saya juga dikenalkan dengan beberapa tempat terkenal di Thailand. Menumbuhkan keingintahuan dan minat saya untuk menyambangi negeri tersebut.
4,5 bintang untuk buku ini.


1 comment:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Kritik dan saran merupakan mercusuar penghibur jiwa yang telah tersesat dalam langkahnya...

[REVIEW] Momiji

Penulis             : Orizuka Penyunting      : Selsa Chintya Penerbit           : Penerbit Inari Penyelaras       : Brigida Ru...