Friday 28 October 2016

[REVIEW] Magic Banana



Penulis             : Ninna Lestari
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Jml Halaman   : 264 Halaman
ISBN               : 978-602-03-3393-9

Sinopsis

Kehidupan Rialfa Kaisar atau yang dipanggil Alfa, berubah 180 derajat sejak kematian saudari kembarnya, Alfi, karena kecelakaan.  Setelahnya, Alfa hidup dalam kubangan kesedihan yang berlarut-larut. Belum lagi dengan masalah ‘masa lalu’ dalam keluarganya yang kian membuatnya berubah menjadi sosok Alfa yang berbeda di mata para sahabatnya.
Banana adalah sosok siswi baru SMA  Cakrawala yang nyentrik dan penyuka warna kuning. Bukan hanya karena namanya yang berarti pisang, namun gadis itu memang sangat menyukai buah pisang dan selalu membawa buah itu kemana-kemana dan memakannya di berbagai kesempatan.
Bermula dari namanya yang unik, Banana dipertemukan dengan Alfa dan mendapatkan perlakuan usil dari lelaki itu. Alfa yang semakin senang mengganggu Banana ditiap kesempatan, sementara Banana yang merasa ketiban sial karena selalu dipertemukan tidak sengaja dengan lelaki itu, pada akhirnya selalu bertengkar untuk segala hal.
Apakah perasaan mereka akan berubah seiring pertemuan mereka? Atau selamanya akan menjadi seperti pasangan Tom and Jerry dalam cerita?
************
Magic Banana disajikan dengan bahasa yang ringan, khas anak SMA Ibu Kota, dengan bahasa sehari-hari yang mudah sekali dicerna. Sesuai dengan temanya, membaca buku ini memang membawaku kembali ke ingatan masa-masa SMA yang penuh warna. Banana di gambarkan sebagai siswi baru yang tidak segan-segan memamerkan hobinya makan pisang dan penampilannya yang nyentrik dengan serba kuning, juga sosok Alfa yang berperan sebagai senior yang otoriter terhadap juniornya, memang sangat tepat menggambarkan atmosfir anak muda SMA jaman sekarang.
Bukan hanya karena menceritakan tentang Banana, buku ini juga menyajikan pengetahuan penting tentang aneka macam pisang dan manfaatnya, yang seketika membuat saya tiba-tiba ingin memakan buah itu. Alfa diceritakan dengan pas sebagai seorang senior yang usil, namun banyak menyimpan kesedihan akan kematian saudarinya dan juga masalah lain dalam keluarganya. Penulis juga menggambarkan Sosok Alfa sebagai remaja yang selalu mengenakan jaket dan Beanie yang menjadi ciri khasnya di mata teman-temannya. Sementara sosok Banana dengan jiwa mudanya yang mambara, dan pantang menerima bullyan seniornya, juga digambarkan penulis dengan ciri khas yang menonjol sebagai penyuka pisang dan warna kuning. Namun menurut saya, di beberapa bagian, ucapan yang Banana  lontarkan terlalu dewasa untuk ukuran remaja kelas 10 SMA.  Terlalu berbeda dengan gambaran penampilan awalnya yang ceriwis dan agak childish.
“Berbeda bukan berarti nggak lebih baik. Kadang manusia itu terlalu pemalas, mereka Cuma menilai orang lain sekilas tanpa mau susah payah mengulas lebih dalam. Nggak selamanya yang tampak buruk di luar, buruk juga di dalam.” (Hal 95)
Buku ini juga kental dengan indahnya persahabatan di masa SMA. Penulis berhasil  membuat saya tersentuh dengan jalinan persahabatan yang terjadi pada kedua tokoh sentral.
“Sahabat yang baik itu bakalan marah saat salah satu sahabatnya berbuat salah, bukan malah membenarkan atau justru ikut-ikutan” (Hal. 115-116)


Tentunya penulis juga tak luput untuk menyajikan kisah cinta sebagai menu utama di dalam cerita. Buku ini mengajarkan kita untuk lebih jujur dan terbuka, juga mengajarkan untuk merelakan dan mengikhlaskan sesuatu. Semua pemeran, baik tokoh sentral mau pun tokoh pendukung diceritakan dengan apik oleh penulis tentang masalah perasaan yang masing-masing dialami oleh para tokoh dan bagaimana mereka menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sayangnya ada kata-kata yang ganjil dan kurang enak dibaca menurut saya ketika seseorang berbicara dengan orang yang disukainya, bukannya menggunakan panggilan ‘aku-kamu’ atau menyebut nama, penulis memilih menggunakan panggilan ‘gue-lo’ seperti ke seorang teman. Tapi tentu saja ini kembali ke selera bagaimana penulis ingin mengeksekusinya karyanya.
Meskipun masih ada beberapa typo di beberapa bagian,  overall saya enjoy sekali membaca buku ini. 264 halaman saya habiskan dalam sekali waktu dan dua kali duduk. Dan selama membaca buku ini juga, imajinasi saya dipenuhi dengan warna kuning yang cerah dan membawa kesan ceria.
Beberapa quotes keren yang saya ambil dari buku Magic Banana:
  1. Tapi bukankah seringnya cinta timbul dari hal-hal sederhana yang berujung rasa? (hal. 33)
  2.  Nggak ada yang mustahil selama kita mau berusaha. Jangan bilang ‘nggak’, tapi ‘belum’. (hal. 33)
  3.  Lo nggak tau sih rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Sakitnya tuh sampai bikin sulit napas. (hal. 42)
  4.  Solider itu nggak harus selalu sejalan dan sepemikiran, kan? Kadang perbedaan dibutuhkan sebagai pengingat. (hal. 45)
  5. Karena terkadang berpura-pura tidak tahu jauh lebih baik disbanding menyakiti seseorang dengan mengungkit hal yang berusaha kuat disembunyikannya. (hal. 50)
  6.  Kesederhanaan selalu jauh lebih bermakna dibanding kemewahan yang melenakan. (hal. 58)
  7. Cowok itu emang makhluk visual, tapi bukan berarti kami menjadikan penampilan sebagai patokan utama dalam memilih pasangan. Kalau udah jatuh cinta, kami nggak bakal peduli sama fisik atau apapun. (Hal. 67)
  8. Kadang perhatian aja nggak cukup buat bikin orang jatuh cinta. Meski udah jungkir balik usaha, kalau bukan jodoh, mau gimana lagi? (hal. 104)
  9. Kuning tuh punya arti kehangatan dan rasa bahagia. Warna itu juga punya makna optimis, semangat, dan ceria. (hal. 106)
  10.  Kadang cinta bermula dari hal-hal menyebalkan, dan itu tidak selalu berarti buruk. Banyak juga cinta yang berawal manis, namun berakhir miris. (hal. 133)

Dan masih banyak quotes keren lainnya. Baca sendiri aja yaaa...

No comments:

Post a Comment

Kritik dan saran merupakan mercusuar penghibur jiwa yang telah tersesat dalam langkahnya...

[REVIEW] Momiji

Penulis             : Orizuka Penyunting      : Selsa Chintya Penerbit           : Penerbit Inari Penyelaras       : Brigida Ru...